Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Desember 2013

Burung Gagak dan Pemuda Desa



Aku adalah seekor anak burung gagak hitam yang baru belajar terbang, berkelana dari suatu tempat ke tempat lain,
aku pergi jauh meninggalkan sarangku. Di tengah perjalanan, sayapku tersangkut ranting pohon apel dan patah.
Aku menangis tersedu-sedu, aku sadar bahwa aku sudah telalu jauh dari sarangku. Saudara-saudaraku
pastilah tidak bisa menolongku saat aku kesusahan seperti ini. Aku tak tahu apakah ada gagak atau
burung lainnya yang bersedia membantuku sementara waktu. Aku sendiri belum tahu persis
jalan pulang menuju sarangku. Apakah aku harus berusaha sendiri untuk terbang
pulang menuju sarangku, ataukah membiarkan ibu dan saudara-
saudaraku yang mencariku?

By : Agatha D. Lestari
<================================

Di sebuah hutan yang permai, tinggallah sekelompok burung gagak yang hidup saling menghormati dan menyayangi. Mereka sering bernyayi bersama, bermain bersama, dan bersenda gurau bersama-sama. Salah satu kelompok tersebut adalah Jean bersama induknya yang sangat baik dan santun terhadap sesama kelompok burung yang lain. Jean adalah anak dari pasangan induk gagak tersebut yang masih kecil dan masih belajar untuk terbang. Setiap hari induknya terus melatih Jean untuk bisa terbang.
Hingga suatu hari, sebelum fajar menyingsing, terdengar suara burung berkicau disertai dengan tiupan lembut angin pagi. Perlahan Jean membuka matanya lalu kemudian melompat ke sebuah dahan kayu, kata Jean : “Wah…… Hari ini cerah sekali……… Matahari  bersinar terang, bunga – bunga bermekaran. Duh …… senangnya….. pak – ibu, Jean mau berkeliling sambil belajar terbang ya. Bisa kan, pak-bu?” tanya Jean sekalian meminta izin pada kedua induknya. “Baiklah, tapi hati-hati ya, nak. Jangan terbang jauh-jauh.” Jawab mereka memberi izin. Dengan senang hati, Jean mulai mengepakkan sayapku, lalu terbang.
Setelah hampir sejam Jean terbang berkeliling, kemudian Jean berhenti pada sebuah dahan pohon sambil menikmati matahari pagi. Beberapa menit kemudian Jean putuskan untuk kembali ke sarangnya, namun karena hari masih pagi, Jean berencana untuk mencoba terbang ke tempat yang lain lagi. “Pasti asyik.” Pikir Jean.
Perlahan Jean mulai mengepakan sayapku sendiri dan terbang. Jean terbang dan terbang, berkelana dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan memasuki tempat-tempat yang baru bagi Jean. Jean bahkan tidak menyadari jika Jean sudah terbang sangat jauh dari sarangnya. Jean terbang merendah ketika mendekati sebuah perkampungan. Kemudian Jean berhenti pada sebuah pohon yang tidak begitu tinggi dan memandang ke bawah. Di bawah sana, Jean melihat sepasang ayam yang sedang berkumpul membicarakan anak-anaknya yang sedang tumbuh besar. “Bapak..Hari ini saya si ayam betina berhasil menetaskan telur lagi??” Ayam Jantan menjawab “Apa bu?? Wah selamat.. anak kita jadi ada 5 ya bu..
Sejenak suara percakapan sepasang ayam itu tidak terdengar olehnya karena diusik oleh suara burung Jalak yang datang mendekat. “Wah, pagi-pagi begini enaknya jalan-jalan, oh iya (sambil mendekati anak ayam) yam yam… orang tuamu mana? Oh lha itu?" kata si Jalak sambil menunjuk ayam jantan.
Akhirnya ayam jantan dan jalak pun mengobrol sambil keduanya jalan berkeliling. Ayam betina sendirian sambil menjaga anak-anaknya bermain. Sementara Jean masih diam di atas dahan pohon tersebut dan memperhatikan ayam itu, sambil sesekali mengalihkan pandangan ke arah perkampungan itu. Hingga tanpa Jean sadari, dari arah berlawanan datang seekor elang dan dengan secepat kilat menangkap anak ayam tadi dan membawanya pergi. Jean yang kaget tidak menyadari kalau si elang malah terbangnya menuju ke arah Jean, dan langsung menabraknya dari arah depan.
Sial tidak bisa dielakan lagi. Jean terjatuh. Dan saat itu juga sayapnya tersangkut pada sebuah ranting pohon apel hingga patah. Jean menangis tersedu-sedu, Jean sadar bahwa ia sudah telalu jauh dari sarangnya. Pikirnya “Saudara-saudaraku pasti tidak bisa menolongku saat aku kesusahan seperti ini.” Jean tidak tahu apakah ada gagak atau burung lainnya yang bersedia membantunya sementara waktu. Jean sendiri belum tahu persis jalan pulang menuju sarangnya. Apakah ia harus berusaha sendiri untuk terbang pulang menuju sarangnya, ataukah membiarkan ibu dan saudara-saudaranya yang mencarinya?
Matahari makin condong ke arah barat. Artinya sebentar lagi hari sudah malam. Jean makin bingung. Entah apa yang harus diperbuatnya lagi. Sayapnya tidak bisa digerakan, apalagi untuk terbang. Jean semakin bingung dan takut. Di tengah kebingungan dan ketakutan itu, Jean menggerak-gerakan sayapnya dengan berharap semoga sayapnya masih bisa digerakan untuk terbang kembali. Dan tidak disangka, tiba-tiba ada seorang pemuda desa lewat di dekatnya.
Rupanya pemuda itu mendengar suara gemerisik daun-daunan kering karena gerakan sayap Jean. Karena penasaran, pemuda itu berjalan mendekati semak itu dengan perlahan-lahan, lalu disibaklah semak-semak belukar itu. Pada saat itu,  di dasar tanah, di atas tumpukan daun-daunan kering, dia mendapati seekor burung gagak kecil dangan sayap terluka sedang berusaha terbang. Kemudian pemuda itu mendekat lagi sambil berkata :
”Apa yang terjadi dengan sayapmu, siapakah yang telah melukai engkau?” Jean hanya memandang pemuda dengan mata galak dan penuh ketakutan. ”Jangan takut, aku tidak akan membunuhmu, coba kulihat lukamu…,” kata pemuda itu sambil mendekati Jean.  Jean berusaha untuk mengepakan sayapnya, tetapi karena sayapnya terluka sangat parah, Jean hanya bisa pasrah ketika pemuda itu mendekatinya dan berusaha untuk melihat luka Jean. “Ternyata sayapmu patah..tetapi jangan kawatir, aku akan menolong dirimu…,” kata pemuda desa itu sambil membuka bajunya dan membungkus tubuh Jean yang terluka dengan sangat hati-hati dan membawa Jean pulang.
Sesampainya di rumah pemuda itu, segera diobatinya luka Jean. Dengan sangat lembut dan penuh perhatian, dibasuhnya luka-luka itu dan diobati. Demikianlah pemuda itu merawat Jean si burung gagak yang malang itu. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, pemuda itu dengan penuh perhatian merawat dan memberi burung gagak itu makan, sehingga akhirnya Jean dan pemuda itu menjadi sahabat karib.
Ketika luka di sayap gagak itu sembuh, pemuda itu membawa Jean ke tengah hamparan rumput untuk melatihnya kembali terbang. Awalnya Jean mengalami kesulitan untuk menggepakan sayapnya yang sudah sembuh, tetapi akhirnya Jean dapat kembali terbang. Melihat hal itu, pemuda itu menjadi sedih, karena dia merasa sahabatnya akan meninggalkan dirinya. Jean yang sudah sembuh, terbang dan hinggap di bahu pemuda itu, lalu menggesek-gesekan kepalanya ke pipi pemuda itu. ”Kamu sudah sembuh sekarang, kamu dapat terbang kembali… pergilah,” kata pemuda itu sambil memalingkan wajahnya. Tetapi Jean tetap diam dengan tenang di bahu pemuda itu.  “Apa kamu tidak mau pergi?” tanya pemuda itu.
Jean hanya menatap pemuda desa itu dan tetap diam tenang di bahunya. Akhirnya setelah mencoba beberapa kali untuk mengusir Jean agar terbang bebas tetapi tetap Jean tidak mau pergi juga, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk membawa Jean pulang ke rumah kembali dengan penuh sukacita.
Di tengah perjalanan pulang kembali ke rumah, pemuda itu melihat air terjun yang sangat indah. Karena merasa tertarik, maka dihampirinyalah air terjun itu. Jean yang sedang  terbang disekitar pemuda itu mengikuti langkah kakinya dari angkasa.
Sesampainya pemuda itu di pinggir air terjun itu, dia merasa haus karena melihat air yang sangat jernih dan sejuk itu. Segera diulurkan tanganya untuk mengambil air itu.  Ketika pemuda itu akan meminum air itu, tiba-tiba Jean mematuk tangan pemuda itu sehingga airnya tumpah ke tanah. “Apa yang sedang kamu lakukan?, Aku haus!!” kata pemuda itu sambil berusaha mengambil air itu lagi. Tetapi tangannya kembali dipatuk oleh Jean si gagak itu sehingga airnya kembai tumpah ke tanah. Demikian terus berulang kali terjadi setiap kali ia berusaha untuk meminum air itu, Jean selalu mematuk tangannya hingga air itu jatuh ke tanah.
Akhirnya pemuda itu merasa gusar dan mencari sebatang kayu untuk mengusir Jean. Tetapi karena Jean selalu berusaha untuk menjatuhkan air yang akan diminumnya, akhirnya ia memukul Jean hingga mati.
Ia berpikir…, “Apa sih sebabnya burung gagak itu selalu berusaha melarangku untuk minum dari air terjun ini.” katanya dalam hati. Karena penasaran, pemuda itu memanjat tebing di pinggir air terjun itu hingga ke puncaknya. Dan disana dia melihat bangkai seekor kalajengking yang sangat besar tergeletak di tengah-tengah air.
Ketika melihat bangkai kalajengking itu, mengertilah pemuda desa itu mengapa burung gagak itu selalu berusaha menjatuhkan air yang akan diminumnya, karena air itu sudah terkena racun dari bangkai kalajengking ini. Seandainya dia meminum air itu, pastilah dirinya akan mati. Maka menangislah pemuda itu karena menyesal telah membunuh burung gagak yang telah menyelamatkan dirinya.

***

Pesan moral : Jangan pernah mengabaikan nasihat ataupun teguran dari orang lain, karena terkadang nasihat yang diberikan adalah untuk kebaikan kita. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.
                      =================================

Sumber Data : Dari Berbagai Sumber


Disempurnakan oleh ; Maher Seno Tafetin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar