Total Tayangan Halaman

Rabu, 20 November 2013

"MAYU" (Cerita Bersambung)



Ketika tidur tiada lagi mimpi dan ketika mimpi bukanlah kenyataan, aku sadari bahwa hidup ini seperti angka-angka alfabetis yang selalu bergerak dari angka 0 dan akan berakhir pada angka 9 lalu kembali lagi dari 0.
Ketika kicau burung merdu bernyanyi…. perlahan malam pekat beranjak pergi, fajar indah di pagi hari kian merekah, ketika kuncup mawar di taman bunga indah memekar, aku sadar kini hari telah berganti, berlalu bersama malam syahdu…..
Di balik kamar yang remang oleh cahaya lampu, aku termenung di atas ranjang. Gelisah dan gelisah. Itulah yang membuat mataku tak mampu kupejamkan malam ini. Hingga akhirnya aku terbawa oleh kegelisahan yang kian menguasaiku kembali pada sebuah masa yang baru saja berlalu, yaitu masa ketika sebuah kisah asmara antara aku dan seorang gadis belia yang juga adalah tetangga dekatku, namanya Yumina.
Ada kisah terlukis indah di hari kemarin. Ketika itulah berawal dari sebuah persahabatan yang karib dan akupun jadi lupa, entah mengapa akhirnya aku jatuh cinta padanya. Selang beberapa hari kemudian aku menyempatkan diri menemui dia hanya untuk menyatakan perasaanku terhadap dia. Jujur saja, ketika itu tak ada basa-basi. Aku langsung katakan padanya kalau aku jatuh cinta padanya dan ingin menjadikan dia pacar aku. Dan, betapa bahagianya aku waktu itu. Ternyata selama ini ia pun menyimpan rasa yang sama terhadap aku. Lantas kami langsung jadian deh.
Disinilah awal kisah asmara antara Maher dan Yumina. Kemudian nama kami pun digabung menjadi MAYU dengan tujuan untuk saling menyapa antara aku dan dia, juga sebagai pengingat antara aku dan dia kalau kami masih saling mencintai. Dan seperti biasa. Hari demi hari pun berlalu dengan berbagai aktivitas yang kami jalani. Aku sibuk dengan pekerjaanku sendiri, begitu juga dia sibuk dengan berbagai kegiatan pribadi dan keluarganya. Namun karena kami bergabung dalam sebuah organisasi kecil dalam lingkup Gereja yaitu Vokal Grup, kami masih sering bisa bertemu walau hanya sebentar saja. Namun begitu kami sering menyempatkan diri untuk bertemu secara terpisah. Kami saling mencintai, memahami dan saling mengerti perasaan satu sama lain. 
Sejak itulah hari-hariku terus dihiasi dengan bayang dirinya yang terus mengisi kalbuku. Kemana saja aku pergi, dimana, kapan dan apa saja yang aku lakukan, hanya dia, dia dan dia saja yang selalu ada di benakku. Hmmm... Kenapa ya? Tapi, semua begitu indah. Dan aku benar-benar merasa sebagai orang yang paling bahagia di dunia ini. Namun walau demikian, kadang aku dibuat gelisah kalau sehari tak kulihat wajahnya, atau tidak mendengar suaranya. Aku merasa takut. Takut kehilangan dia. Begitu melihat atau mendengar suaranya, saking bahagianya aku. Namun aku gelisah amat sangat kalau antara melihat atau mendengar itu tak terjadi dalam sehari. Membingungkan. Tapi mungkin inilah yang dikatakan cinta atau seperti yang dikatakan orang kalau lagi kasmaran.
Hari berlalu berganti minggu, bulan bahkan tahun, hingga suatu ketika diluar dugaan kami (Mayu), orangtuanya telah mengadakan kesepakatan dengan orangtua dari salah satu teman karibku untuk menikahkan mereka berdua. Hal tersebut baru dia ketahui ketika suatu malam dia dipanggil oleh orangtuanya dan memberitahukan kesepakatan tersebut kepadanya, dan malam itu ia diharuskan untuk menyetujui kesepakatan mereka untuk dijodohkan dengan laki-laki itu yang adalah sahabat karibku.
Keesokan harinya ia langsung menemui aku dan menceritakan semuanya kepadaku. Benarkah akan terjadi? Apakah gadis yang selama ini sangat aku cintai sudah dijodohkan dan akan menikah dengan lelaki lain? Bagaimana dengan cinta kami yang selama ini telah terbina? Apakah harus berakhir disini? Batinku menangis. Aku benar-benar tidak menyetujui hal tersebut terjadi. ”Ya Tuhan, sungguh aku tak sanggup berpisah dengan dia karena aku tulus mencintai dan sangat sayang padanya,” keluhku.
”Bagaimana menurut kamu? Apa kamu setuju juga?” tanyaku
”Tidak. Aku sama sekali tidak setuju.” jawabnya, dan ia melanjutkan ”Aku ingin kabur saja.”
”Kabur kemana?” tanyaku lagi.
”Rencananya ke Kupang.” Jawabnya singkat, tapi pasti.
Mendengar jawabannya, aku  merasa lega dan terhibur karena ternyata dia tidak menyetujui kesepakatan orangtuanya itu, dan artinya tali cinta kami masih terjaga. Namun satu hal yang membuat aku resah adalah ketika dia mengatakan ingin kabur. Awalnya aku pikir dia bercanda. Namun tatapan matanya begitu meyakinkan sekali kalau dia serius ingin kabur. Kalau tadinya aku tidak setuju dengan rencana perjodohannya, tapi mungkin yang satu ini aku harus setuju juga, karena paling tidak kami masih beruntung. Kami hanya terpisah oleh jarak tapi masih bisa saling mencintai.
Beberapa hari kemudian sesuai rencananya, akhirnya kami harus berpisah. Dia harus pergi jauh dari rumahnya, jauh dari orangtuanya dan saudara-saudaranya. Semuanya terpaksa dia lakukan hanya untuk menghindari rencana perjodohan oleh orangtuanya. Sebenarnya waktu itu dia belum pernah sekalipun melihat dan menginjakkan kakinya di kota Kupang sehingga rencana keberangkatannya ke Kupang bisa terjadi karena rencananya akan diantar oleh beberapa orangtua yang kebetulan juga hendak ke Kupang ketika itu. Namun setelah lama menunggu, mereka tidak juga muncul hingga akhirnya akulah yang mengantarnya ke Kupang dengan menumpang sebuah bus.
Setelah tiba di Kupang, kami menuju kos seorang saudara perempuanku di lingkungan jalan bajawa-Oebobo. Namun selang 2 hari kemudian, kakak laki-lakinya dari kampung menyusuli kami. Aku sempat kaget ketika melihat kakaknya berdiri di depan kos. Setelah dipersilahkan masuk, Mina (begitu sapaan akrabnya) diminta untuk pulang ke kampung. Aku kemudian bertanya kepada kakak laki-lakinya, ”Apakah maksud kedatangan kamu hanya untuk menjemput dia pulang atau kami berdua?” tanyaku, ”Tidak. Hanya dia yang dijemput.” jawab kakaknya. ”Baik. Tapi saya rasa besok kita pulang sama-sama. Saya juga ingin bicara dengan orangtua di kampung.” pungkasku. Aku berpikir bahwa kedatangan kami berdua di Kupang pasti sudah diketahui oleh semua orang di kampung, termasuk orangtuaku. Orangtua dan keluarganya pasti beranggapan bahwa akulah yang melarikan anak mereka, walaupun kebenarannya tidak seperti yang mereka anggap. Dan jika aku tidak ikut pulang bersama mereka ke kampung, aku akan dikata orang bahwa aku tidak punya tanggung jawab terhadap perbuatanku. Ya, apapun yang terjadi aku harus memberikan penjelasan kepada mereka di kampung.
Sementara itu, dia tidak setuju untuk pulang kampung. Ia tidak ingin pulang kampung karena takut orangtua dan takut dijodohkan. Tanpa berpikir panjang, banyak hal negativ / aneh yang diperbuatnya. Aku sampai takut jika saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada dirinya, mungkin akulah yang harus bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya. Sebut saja pisau dapur milik saudara perempuanku tidak aku lipat dan sembunyikan, dapat disimpulkan bahwa hidupnya sudah berakhir saat itu. Sesaat kemudian setelah bujukan, penjelasan dan nasehat yang kami berikan akhirnya dia pun setuju untuk pulang kampung.
Keesokan harinya, kami berangkat bersama-sama ke kampung. Yah, pulang kampung. Tiba di kampung, semuanya berjalan lancar, dan berakhir aman. Orangtua, keluarga dan saudara-saudaranya dapat memahami penjelasan kami. Namun, ada yang lebih waktu itu. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku dan dia sepakat mengakhiri cinta kami saat itu juga. Entah kenapa, aku juga setuju. Putusnya cinta kami ketika itu disaksikan juga oleh ibu kandungnya sendiri. Setelah itu aku pulang ke rumahku dengan hati penuh duka, sedih dan kecewa. Tapi apa boleh buat jika memang kisah cinta MAYU harus berakhir saat itu. Walaupun tidak lagi mencintai dan dicintai, namun kebanggaan terbesar yang tidak bisa aku lupakan hingga saat ini adalah tidak ada lagi paksaan dari orangtuanya khususnya tentang perjodohan itu : BATAL semuanya.
Kini tidak ada lagi istilah MAYU. Mayu telah hilang. Sirna dan berlalu. Begitu indah cerita cinta yang tertinggal antara aku dan dia, namun kini semuanya hanya tinggal cerita.
Beberapa waktu kemudian aku pergi ke kota Kupang untuk mengadu nasib. Aktifitasku di kota Kupang yang hanya tidur di waktu malam dan pagi sampai sore hari kerja, kerja dan kerja, akhirnya aku jadi lupa. Melupakan semua yang pernah terjadi dalam hidupku sebelumnya. Tak ada lagi duka, tak ada lagi sedih atau kecewa. Tapi bukan karena aku sudah memiliki kekasih hati yang baru. Aku tak bisa mengingatnya lagi, entah berapa lama sejak perpisahan kami di kampung, aku tak pernah menjumpainya juga. Aku pun tak bisa ingat lagi entah berapa lama aku hidup tanpa cinta alias menjomblo. 
Suatu ketika, aku lagi sibuk melayani para tamu rental yang lagi antri dengan pekerjaan mereka yang harus aku bereskan, tiba-tiba telepon rumah berdering. Aku segera berlari dan mengambil telepon tersebut, dan beberapa saat kemudian setelah diketahuinya bahwa akulah yang menerima telepon, lantas ia melanjutkan, ”....... selamat ulang tahun”. Ia mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Ya tepat sekali ucapannya. Hari itu tepat hari ulang tahunku. Sejak perpisahan itu, baru hari ini aku dengar lagi suaranya. Suara orang yang pernah ada di hati. Itu sudah lama sekali.
Selang beberapa bulan kemudian aku pulang kampung. Seperti biasa, aku melakukan berbagai aktifitas sesuai apa yang harus aku buat dan apa yang aku butuhkan. Hingga suatu ketika terjadi pertemuan yang tak disangka. Aku tidak menyangka kalau dia juga ada di kampung. Aku jadi bingung setelah pertemuan itu, ketika aku diminta untuk membangun kembali kisah cinta yang dulu telah kami akhiri. Tak ada jawaban yang pasti dari aku. Aku masih bingung. Hingga akhirnya dia pulang Kupang untuk bekerja sebagaimana mestinya. Aku yang lagi bingung masih menunggu hingga selesai natal dan tahun baru, kemudian aku juga memutuskan untuk kembali ke Kupang.
Selang beberapa bulan kemudian, ketika itu seorang ponakanku (G1) mengatakan bahwa ia bertemu Mina dan mengatakan bahwa Mina berniat ingin datang menemui aku. Aku sama sekali tidak percaya pada apa yang disampaikan oleh G1. Apa maksud kedatangannya? Apakah kedatangannya hanya untuk membicarakan hal yang sama seperti yang diutarakan ketika pertemuan di kampung waktu itu? Jika ya, apa yang harus aku katakan sebagai jawabannya? Sejumlah pertanyaan ini terus menerus mengganggu pikiranku waktu itu. Akh, mungkin juga G1 bercanda. Pikirku.
Memang aku akui, sebenarnya aku pun masih sangat mencintai dia. Tapi, kenapa harus harus ada kata putus waktu itu? Itulah yang membuat hatiku beku sekali tentang cinta. Aku tak ingin jika aku menyetujui niatnya untuk membina kembali hubungan kami dulu dan kemudian berakhir lagi tanpa ada alasannya seperti dulu. Namun demikian, aku tak menutup kemungkinan jika dia ingin bertemu dengan aku. Dan dari pertemuan demi pertemuan, aku dapat menebak isi hatinya yang sebenarnya kalau ia benar-benar serius ingin membangun kembali hubungan kami seperti dulu, sekalipun selama kebersamaan kami itu aku tak pernah sekalipun mengucapkan kata cinta atau sayang padanya. Dan hal itu berlangsung cukup lama. Selama beberapa tahun kami bersama, tak pernah sekalipun aku ucapkan kata-kata itu. Itu semua karena aku masih bingung apakah aku yakin dengan hubungan ini? Apakah aku mampu untuk membina kembali hubungan ini? Kadang aku harus sengaja membuat kesalahan agar ia merasa tidak nyaman dengan aku atau mungkin lebih lagi merasa sakit karena aku dan meninggalkan aku sebelum aku mengucapkan kata cinta atau sayang padanya. Atau kadang pula aku harus menjebaknya sehingga ia sendiri yang bersalah. Namun semuanya tak seperti apa yang aku bayangkan. Sulit rasanya. Entah seberapa besar dan dalamnya cinta yang dimilikinya untukku? Sulit kutebak. Semakin banyak aku membuat kesalahan, semakin aku menyayanginya.
Cairlah sudah kebekuan di hatiku selama ini. Walau hanya lewat handphone (HP) akhirnya aku dapat mengucapkan sepenggal kalimat ”aku mencintaimu Mayu”. Kalimat yang selama ini aku tahan agar tidak terucap dari bibirku, namun cinta itu mampu membongkar bekunya hatiku selama ini. Kalimat cinta itu aku ucapkan ketika ia hendak berangkat mengadu nasib ke negeri rantau. Walaupun terpisah jarak ketika itu, namun aku yakin cinta pemersatunya. Aku yakin bahwa cinta tidak mungkin hilang begitu saja. Mayu, itulah cinta Mayu. 
Aku bahagia sekali saat suatu ketika kulihat dia telah kembali dari rantau. Kebetulan saat itu aku juga sedang ada di kampung. Dalam hati aku berucap, mungkin Mayu sudah bisa bersama kembali. Hanya maaf dan sayang. Itulah yang dapat kuucapkan padanya ketika aku menemuinya. Apapun yang dia katakan tentang aku namun aku sangat mencintai dirinya. Tapi kebersamaan itu hanya berlangsung singkat.


BERSAMBUNG............


Penulis :

Maher Seno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar