Ketika tidur tiada lagi mimpi dan ketika
mimpi bukanlah kenyataan, aku sadari bahwa hidup ini seperti angka-angka
alfabetis yang selalu bergerak dari angka 0 dan akan berakhir pada angka 9 lalu
kembali lagi dari 0.
Ketika kicau burung merdu bernyanyi….
perlahan malam pekat beranjak pergi, fajar indah di pagi hari kian merekah,
ketika kuncup mawar di taman bunga indah memekar, aku sadar kini hari telah
berganti, berlalu bersama malam syahdu…..
Di balik kamar yang remang oleh cahaya
lampu, aku termenung di atas ranjang. Gelisah dan gelisah. Itulah yang membuat
mataku tak mampu kupejamkan malam ini. Hingga akhirnya aku terbawa oleh
kegelisahan yang kian menguasaiku kembali pada sebuah masa yang baru saja
berlalu, yaitu masa ketika sebuah kisah asmara antara aku dan seorang gadis
belia yang juga adalah tetangga dekatku, namanya Yumina.
Ada kisah terlukis indah di hari kemarin.
Ketika itulah berawal dari sebuah persahabatan yang karib dan akupun jadi lupa,
entah mengapa akhirnya aku jatuh cinta padanya. Selang beberapa hari kemudian
aku menyempatkan diri menemui dia hanya untuk menyatakan perasaanku terhadap
dia. Jujur saja, ketika itu tak ada basa-basi. Aku langsung katakan padanya
kalau aku jatuh cinta padanya dan ingin menjadikan dia pacar aku. Dan, betapa
bahagianya aku waktu itu. Ternyata selama ini ia pun menyimpan rasa yang sama
terhadap aku. Lantas kami langsung jadian deh.
Disinilah awal kisah asmara antara Maher
dan Yumina. Kemudian nama kami pun digabung menjadi MAYU dengan tujuan untuk
saling menyapa antara aku dan dia, juga sebagai pengingat antara aku dan dia
kalau kami masih saling mencintai. Dan seperti biasa. Hari demi hari pun
berlalu dengan berbagai aktivitas yang kami jalani. Aku sibuk dengan pekerjaanku
sendiri, begitu juga dia sibuk dengan berbagai kegiatan pribadi dan
keluarganya. Namun karena kami bergabung dalam sebuah organisasi kecil dalam
lingkup Gereja yaitu Vokal Grup, kami masih sering bisa bertemu walau hanya
sebentar saja. Namun begitu kami sering menyempatkan diri untuk bertemu secara
terpisah. Kami saling mencintai, memahami dan saling mengerti perasaan satu
sama lain.
Sejak itulah hari-hariku terus dihiasi dengan bayang dirinya yang terus mengisi kalbuku. Kemana saja aku pergi, dimana, kapan dan apa saja yang aku lakukan, hanya dia, dia dan dia saja yang selalu ada di benakku. Hmmm... Kenapa ya? Tapi, semua begitu indah. Dan aku benar-benar merasa sebagai orang yang paling bahagia di dunia ini. Namun walau demikian, kadang aku dibuat gelisah kalau sehari tak kulihat wajahnya, atau tidak mendengar suaranya. Aku merasa takut. Takut kehilangan dia. Begitu melihat atau mendengar suaranya, saking bahagianya aku. Namun aku gelisah amat sangat kalau antara melihat atau mendengar itu tak terjadi dalam sehari. Membingungkan. Tapi mungkin inilah yang dikatakan cinta atau seperti yang dikatakan orang kalau lagi kasmaran.
Sejak itulah hari-hariku terus dihiasi dengan bayang dirinya yang terus mengisi kalbuku. Kemana saja aku pergi, dimana, kapan dan apa saja yang aku lakukan, hanya dia, dia dan dia saja yang selalu ada di benakku. Hmmm... Kenapa ya? Tapi, semua begitu indah. Dan aku benar-benar merasa sebagai orang yang paling bahagia di dunia ini. Namun walau demikian, kadang aku dibuat gelisah kalau sehari tak kulihat wajahnya, atau tidak mendengar suaranya. Aku merasa takut. Takut kehilangan dia. Begitu melihat atau mendengar suaranya, saking bahagianya aku. Namun aku gelisah amat sangat kalau antara melihat atau mendengar itu tak terjadi dalam sehari. Membingungkan. Tapi mungkin inilah yang dikatakan cinta atau seperti yang dikatakan orang kalau lagi kasmaran.
Hari berlalu berganti minggu, bulan bahkan
tahun, hingga suatu ketika diluar dugaan kami (Mayu), orangtuanya telah
mengadakan kesepakatan dengan orangtua dari salah satu teman karibku untuk
menikahkan mereka berdua. Hal tersebut baru dia ketahui ketika suatu malam dia
dipanggil oleh orangtuanya dan memberitahukan kesepakatan tersebut kepadanya,
dan malam itu ia diharuskan untuk menyetujui kesepakatan mereka untuk
dijodohkan dengan laki-laki itu yang adalah sahabat karibku.
Keesokan harinya ia langsung menemui aku
dan menceritakan semuanya kepadaku. Benarkah akan terjadi? Apakah gadis yang
selama ini sangat aku cintai sudah dijodohkan dan akan menikah dengan lelaki
lain? Bagaimana dengan cinta kami yang selama ini telah terbina? Apakah harus
berakhir disini? Batinku menangis. Aku benar-benar tidak menyetujui hal
tersebut terjadi. ”Ya Tuhan, sungguh aku tak sanggup berpisah dengan dia karena
aku tulus mencintai dan sangat sayang padanya,” keluhku.
”Bagaimana menurut kamu? Apa kamu setuju
juga?” tanyaku
”Tidak. Aku sama sekali tidak setuju.”
jawabnya, dan ia melanjutkan ”Aku ingin kabur saja.”
”Kabur kemana?” tanyaku lagi.
”Rencananya ke Kupang.” Jawabnya singkat,
tapi pasti.
Mendengar jawabannya, aku merasa lega dan terhibur karena ternyata dia
tidak menyetujui kesepakatan orangtuanya itu, dan artinya tali cinta kami masih
terjaga. Namun satu hal yang membuat aku resah adalah ketika dia mengatakan
ingin kabur. Awalnya aku pikir dia bercanda. Namun tatapan matanya begitu
meyakinkan sekali kalau dia serius ingin kabur. Kalau tadinya aku tidak setuju
dengan rencana perjodohannya, tapi mungkin yang satu ini aku harus setuju juga,
karena paling tidak kami masih beruntung. Kami hanya terpisah oleh jarak tapi
masih bisa saling mencintai.
Beberapa hari kemudian sesuai rencananya,
akhirnya kami harus berpisah. Dia harus pergi jauh dari rumahnya, jauh dari
orangtuanya dan saudara-saudaranya. Semuanya terpaksa dia lakukan hanya untuk
menghindari rencana perjodohan oleh orangtuanya. Sebenarnya waktu itu dia belum
pernah sekalipun melihat dan menginjakkan kakinya di kota Kupang sehingga
rencana keberangkatannya ke Kupang bisa terjadi karena rencananya akan diantar
oleh beberapa orangtua yang kebetulan juga hendak ke Kupang ketika itu. Namun
setelah lama menunggu, mereka tidak juga muncul hingga akhirnya akulah yang
mengantarnya ke Kupang dengan menumpang sebuah bus.
Setelah tiba di Kupang, kami menuju kos
seorang saudara perempuanku di lingkungan jalan bajawa-Oebobo. Namun selang 2
hari kemudian, kakak laki-lakinya dari kampung menyusuli kami. Aku sempat kaget
ketika melihat kakaknya berdiri di depan kos. Setelah dipersilahkan masuk, Mina
(begitu sapaan akrabnya) diminta untuk pulang ke kampung. Aku kemudian bertanya
kepada kakak laki-lakinya, ”Apakah maksud kedatangan kamu hanya untuk menjemput
dia pulang atau kami berdua?” tanyaku, ”Tidak. Hanya dia yang
dijemput.” jawab kakaknya. ”Baik. Tapi saya rasa besok kita pulang sama-sama.
Saya juga ingin bicara dengan orangtua di kampung.” pungkasku. Aku berpikir
bahwa kedatangan kami berdua di Kupang pasti sudah diketahui oleh semua orang
di kampung, termasuk orangtuaku. Orangtua dan keluarganya pasti beranggapan
bahwa akulah yang melarikan anak mereka, walaupun kebenarannya tidak seperti
yang mereka anggap. Dan jika aku tidak ikut pulang bersama mereka ke kampung,
aku akan dikata orang bahwa aku tidak punya tanggung jawab terhadap
perbuatanku. Ya, apapun yang terjadi aku harus memberikan penjelasan kepada
mereka di kampung.
Sementara itu, dia tidak setuju untuk
pulang kampung. Ia tidak ingin pulang kampung karena takut orangtua dan takut
dijodohkan. Tanpa berpikir panjang, banyak hal negativ / aneh yang
diperbuatnya. Aku sampai takut jika saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
pada dirinya, mungkin akulah yang harus bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya.
Sebut saja pisau dapur milik saudara perempuanku tidak aku lipat dan
sembunyikan, dapat disimpulkan bahwa hidupnya sudah berakhir saat itu. Sesaat
kemudian setelah bujukan, penjelasan dan nasehat yang kami berikan akhirnya dia
pun setuju untuk pulang kampung.
Keesokan harinya, kami berangkat
bersama-sama ke kampung. Yah, pulang kampung. Tiba di kampung, semuanya
berjalan lancar, dan berakhir aman. Orangtua, keluarga dan saudara-saudaranya
dapat memahami penjelasan kami. Namun, ada yang lebih waktu itu. Aku tidak tahu
harus berkata apa. Aku dan dia sepakat mengakhiri cinta kami saat itu juga.
Entah kenapa, aku juga setuju. Putusnya cinta kami ketika itu disaksikan juga
oleh ibu kandungnya sendiri. Setelah itu aku pulang ke rumahku dengan hati penuh
duka, sedih dan kecewa. Tapi apa boleh buat jika memang kisah cinta MAYU harus
berakhir saat itu. Walaupun tidak lagi mencintai dan dicintai, namun kebanggaan
terbesar yang tidak bisa aku lupakan hingga saat ini adalah tidak ada lagi
paksaan dari orangtuanya khususnya tentang perjodohan itu : BATAL semuanya.
Kini tidak ada lagi istilah MAYU. Mayu
telah hilang. Sirna dan berlalu. Begitu indah cerita cinta yang tertinggal
antara aku dan dia, namun kini semuanya hanya tinggal cerita.
Beberapa waktu kemudian aku pergi ke kota
Kupang untuk mengadu nasib. Aktifitasku di kota Kupang yang hanya tidur di
waktu malam dan pagi sampai sore hari kerja, kerja dan kerja, akhirnya aku jadi
lupa. Melupakan semua yang pernah terjadi dalam hidupku sebelumnya. Tak ada lagi
duka, tak ada lagi sedih atau kecewa. Tapi bukan karena aku sudah memiliki
kekasih hati yang baru. Aku tak bisa mengingatnya lagi, entah berapa lama sejak
perpisahan kami di kampung, aku tak pernah menjumpainya juga. Aku pun tak bisa
ingat lagi entah berapa lama aku hidup tanpa cinta alias menjomblo.
Suatu ketika, aku lagi sibuk melayani para
tamu rental yang lagi antri dengan pekerjaan mereka yang harus aku bereskan,
tiba-tiba telepon rumah berdering. Aku segera berlari dan mengambil telepon
tersebut, dan beberapa saat kemudian setelah diketahuinya bahwa akulah yang
menerima telepon, lantas ia melanjutkan, ”....... selamat ulang tahun”. Ia
mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Ya tepat sekali ucapannya. Hari itu
tepat hari ulang tahunku. Sejak perpisahan itu,
baru hari ini aku dengar lagi suaranya. Suara orang yang pernah ada di hati.
Itu sudah lama sekali.
Selang beberapa bulan kemudian aku pulang
kampung. Seperti biasa, aku melakukan berbagai aktifitas sesuai apa yang harus
aku buat dan apa yang aku butuhkan. Hingga suatu ketika terjadi pertemuan yang
tak disangka. Aku tidak menyangka kalau dia juga ada di kampung. Aku
jadi bingung setelah pertemuan itu, ketika aku diminta untuk membangun kembali
kisah cinta yang dulu telah kami akhiri. Tak ada jawaban yang pasti dari aku.
Aku masih bingung. Hingga akhirnya dia pulang Kupang untuk bekerja sebagaimana
mestinya. Aku yang lagi bingung masih menunggu hingga selesai natal dan tahun
baru, kemudian aku juga memutuskan untuk kembali ke Kupang.
Selang beberapa bulan kemudian, ketika itu
seorang ponakanku (G1) mengatakan bahwa ia bertemu Mina dan mengatakan bahwa
Mina berniat ingin datang menemui aku. Aku sama sekali tidak percaya pada apa
yang disampaikan oleh G1. Apa maksud kedatangannya? Apakah kedatangannya hanya
untuk membicarakan hal yang sama seperti yang diutarakan ketika pertemuan di
kampung waktu itu? Jika ya, apa yang harus aku katakan sebagai jawabannya?
Sejumlah pertanyaan ini terus menerus mengganggu pikiranku waktu itu. Akh,
mungkin juga G1 bercanda. Pikirku.
Memang aku akui, sebenarnya aku pun masih
sangat mencintai dia. Tapi, kenapa harus harus ada kata putus waktu itu? Itulah
yang membuat hatiku beku sekali tentang cinta. Aku tak ingin jika aku
menyetujui niatnya untuk membina kembali hubungan kami dulu dan kemudian
berakhir lagi tanpa ada alasannya seperti dulu. Namun demikian, aku tak menutup
kemungkinan jika dia ingin bertemu dengan aku. Dan dari pertemuan demi
pertemuan, aku dapat menebak isi hatinya yang sebenarnya kalau ia benar-benar
serius ingin membangun kembali hubungan kami seperti dulu, sekalipun selama
kebersamaan kami itu aku tak pernah sekalipun mengucapkan kata cinta atau
sayang padanya. Dan hal itu berlangsung cukup lama. Selama beberapa tahun kami
bersama, tak pernah sekalipun aku ucapkan kata-kata itu. Itu semua karena aku
masih bingung apakah aku yakin dengan hubungan ini? Apakah aku mampu untuk
membina kembali hubungan ini? Kadang aku harus sengaja membuat kesalahan agar
ia merasa tidak nyaman dengan aku atau mungkin lebih lagi merasa sakit karena
aku dan meninggalkan aku sebelum aku mengucapkan kata cinta atau sayang
padanya. Atau kadang pula aku harus menjebaknya sehingga ia sendiri yang
bersalah. Namun semuanya tak seperti apa yang aku bayangkan. Sulit rasanya.
Entah seberapa besar dan dalamnya cinta yang dimilikinya untukku? Sulit
kutebak. Semakin banyak aku membuat kesalahan, semakin aku menyayanginya.
Cairlah sudah kebekuan di hatiku selama
ini. Walau hanya lewat handphone (HP) akhirnya aku dapat mengucapkan sepenggal
kalimat ”aku mencintaimu Mayu”.
Kalimat yang selama ini aku tahan agar tidak terucap dari bibirku, namun cinta
itu mampu membongkar bekunya hatiku selama ini. Kalimat cinta itu aku ucapkan
ketika ia hendak berangkat mengadu nasib ke negeri rantau. Walaupun terpisah
jarak ketika itu, namun aku yakin cinta pemersatunya. Aku yakin bahwa cinta
tidak mungkin hilang begitu saja. Mayu, itulah cinta Mayu.
Aku bahagia sekali saat
suatu ketika kulihat dia telah kembali dari rantau. Kebetulan saat itu aku juga
sedang ada di kampung. Dalam hati aku berucap, mungkin Mayu sudah bisa bersama
kembali. Hanya maaf dan sayang. Itulah yang dapat kuucapkan padanya ketika aku
menemuinya. Apapun yang dia katakan tentang aku namun aku sangat mencintai
dirinya. Tapi kebersamaan itu hanya berlangsung singkat.
BERSAMBUNG............
Penulis :
Maher Seno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar